Kekayaan etnis dan budaya yang dimiliki Kota Malang
berpengaruh terhadap kesenian tradisional yang ada. Salah satunya yang terkenal
adalah Wayang Topeng Malangan (Topeng Malang), namun kini semakin terkikis oleh
kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud pertemuan tiga budaya (Jawa
Tengahan, Madura, dan Tengger).
Hal tersebut terjadi karena Malang memiliki tiga sub-kultur, yaitu sub-kultur budaya Jawa Tengahan yang hidup di lereng gunung Kawi, sub-kultur Madura di lereng gunung Arjuna, dan sub-kultur Tengger sisa budaya Majapahit di lereng gunung Bromo-Semeru. Etnik masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada malang.
Hal tersebut terjadi karena Malang memiliki tiga sub-kultur, yaitu sub-kultur budaya Jawa Tengahan yang hidup di lereng gunung Kawi, sub-kultur Madura di lereng gunung Arjuna, dan sub-kultur Tengger sisa budaya Majapahit di lereng gunung Bromo-Semeru. Etnik masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada malang.
Di kota Malang juga terdapat tempat yang merupakan
sarana apresiasi budaya Jawa Timur yaitu Taman Krida Budaya Jawa Timur, di
tempat ini sering ditampilkan aneka budaya khas Jawa Timur seperti Ludruk,
Ketoprak, Wayang Orang, Wayang Kulit, Reog, Kuda Lumping, Sendra tari, saat ini
bertambah kesenian baru yang kian berkembang pesat di kota Malang yaitu
kesenian “BANTENGAN” kesenian ini merupakan hasil dari kreatifitas masyarakat
asli malang, sejak dahulu sebenarnya kesenian ini sudah dikenal oleh masyarakat
malang namun baru sekaranglah “BANTENGAN” lebih dikenal oleh masyarakat tidak
hanya masyarakat lokal namun juga luar daerah bahkan mancanegara.
Khusus di Malang sering diadakan pergelaran bantengan
hampir setiap perayaan hari besar baik keagamaan maupun peringatan hari
kemerdekaan. Hal ini sangat perlu mendapat apresiasi dari seluruh masyarakat.
Belajar pada pengalaman – pengalaman yang sebelumnya agar tidak diakui oleh
pihak – pihak yang kurang bertanggung jawab seperti Reog Ponorogo yang telah
diakui oleh negara lain maka patutlah kita melegalkan dimata dunia bahwa ini
adalah murni kesenian INDONESIA.
Sumber:klik
Sumber:klik
0 komentar:
Posting Komentar